Sabtu, 09 Januari 2016

Sejarah Tanah Kutai dan Bengalon Dalam Kerajaan Kutai Mulawarman


“Alpiansyah Gelar Maharaja Srinala Praditha Alpiansyahrechza Fachlevie Wangsawarman (Kepala Adat Besar) Pemangku Adat, Raja Kuasa Wilayah Di Pertuan Agung”
MUARA KAMAN – wartaekspres.com - Sejarah Tanah Kutai
Kutai Mulawarman Martapura di Muara Kaman dan Kutai Kartanegara di Tenggarong Kerajaan Kutai Martapura telah berkuasa dari tahun 350 M dan kerajaan ini berdaulat penuh atas hak negerinya dan mempunyai sistem pemerintahan Naladuta dimana Raja dipertuan Agung adalah seorang Maharaja dan dua orang Wakil menjadi Maharaja Negeri dan menjadi Maharaja Penghulu dan para pembesar lainya adalah para Raja wilayah disebut Naladuta di setiap negeri jajahanya, undang-undang kerajaan ini diberinama Kalpa Nalaberaja yang mengatur sistem pemerintahan Beraja di dalam Istana Induk dan Kalpa Naladipura merupakan Undang-undang yang mengatur adat istiadat dan budaya serta Kalpanaladuta yang mengatur sistem pemerintahan raja-raja wilayah dan mengatur hukum hidup rakyat di dalam wilayah taklukan, semua perundangan ini disendikan atas sara agama Hindu.

Suku Kutai Pantun adalah Suku atau Puak yang paling tua di antara 5 suku atau Puak Kutai lainnya dan Suku ini mendiami daerah Muara Kaman Kab. Kutai Kartanegara sampai daerah Wahau dan daerah Muara Ancalong, serta daerah Muara Bengkal, daerah Kombeng di dalam wilayah Kab. Kutai Timur sekarang.

Suku Kutai Pantun dapat dikatakan sebagai turunan para bangsawan dan pembesar di Kerajaan Kutai Martapura (Kutai Mulawarman). Sebenarnya nama kerajaan ini awalnya disebut Queitaire (Kutai) oleh pendatang dan pedagang awal abad Masehi yang datang dari India Selatan yang artinya Belantara, ibukota kerajaannya bernama Maradavure (Martapura) berada di Pulau Naladwipa dan letaknya di tepi Sungai Mahakam di seberang persimpangan Sungai Kanan Mudik Mahakam yakni Sungai Kedang Rantau asal nama Kota Muara Kaman sekarang.

Hal di atas di dasari dari pengkajian jalur pelayaran India, Indo China dan Kalimantan yang amat menarik dikaji secara mendalam, maka secara pasti kronologis sejarah ini juga termuat dalam berita jalur perdagangan timbal balik segitiga antar daerah, karena bukan saja dalam berita-berita dari India saja namun berita-berita dari China pun dapat dijadikan bahan kajian mengenai asal nama Kutai.

Dalam hubungan dagang bangsa China dengan Pulau Silalahi yang berada di bagian timur negeri China, dan mereka menyebut pulau tersebut dengan nama Zabudj artinya Kalimantan, dan baru diketahui kemudian ada hubungan antara Kerajaan Campa dan Kho-Thay (Kutai) yang berasal dari makna Kerajaan Besar di pedalaman Sungai Mahakam.

Memang, nama Kutai baru dikenal dalam bahasa Melayu, sebutan awalnya menurut berita India adalah Queitaire artinya Belantara dan dalam berita Campa atau China disebut Kho-Thay artinya Kota Besar atau Bandar Kerajaan Besar. Kemudian perpindahan penduduk dari Campa sebagai buruh tambang emas yang membangun sistem kesukuan dan dikepalai oleh seorang Raja Kecil bawahan dari Kemaharajaan Kutai Martapura, dipimpin oleh seorang Kepala Puak Sendawar (Suku Dataran atau Dayak Tunjung), mereka mendiami daerah Melak sampai Barong Tongkok di Kab. Kutai Barat sekarang.

Sejarah Bengalon
Dengan Maharaja Guna Perana Tungga naik Tahta di Kutai Martapura dalam tahun (1265-1325 Masehi) yang melahirkan putra/putri, salah satunya Mahaputri Indra Perwati Dewi yang diperistri oleh Aji Batara Agung Paduka Nira anak Raden Kusuma dan Aji Putri Karang Melenu. perkawinan ini di Bungalo Mengkaying (Bengalon sekarang) maka putri mendapat gelar Aji Paduka Suri atau Mahasuri di Bengalon.
Dulunya daerah Bengalon dikenal dengan nama Kampung Sepaso. Sepasoa adalah Tanah Sumahan atau Tanah Sesembahan (jujuran) dari Raja Kutai bernama Aji Batara Agung Paduka Nira yang hendak meminang seorang putri Bengalon yang bernama Putri Petung.

Disebutkan, bahwa putri Bengalon meminta “Membilang Kersik Sebokor, Membilang Karang Selanjung, Membilang Daun Rinding Yang Bergerak“. Aji Batara Agung, Paduka Nira menyetujui dengan menyebutkan bahwa ”Mana-mana Yang Mendengar Petong Ini Meletop, Itulah Sumahannya.”

Ada juga yang menyebutkan bahwa Bengalon terbentuk karena di sekitar sungai banyak terdapat pohon Bengalon makanya disebut dengan wilayah Bengalon. Aji Batara Agung Paduka Nira bersumpah, “mana-mana yang tidak mau menurut itu katakan kepada aku, akulah lawannya dan lagi orang Bengalon hingga jenangku sampai di anak cucuku hingga bersahabat saja dengan anak cucuku, mana-mana yang menjadi Raja di Negeri Kutai inilah perjanjian Kutai dengan Bengalon sampai hari ini, jika susah Bengalon susah juga Kutai, dan jika susah Kutai susah juga Bengalon sampai sekarang ini, dan pada akhirnya putri Bengalon dijadikan Paduka Ratu bergelar Aji Paduka Suri atau Mahasuri di Bengalon.

Baca di www.wartaekspres.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar