Sabtu, 06 Agustus 2016

Dua Pelaku Curas Ditangkap Sat Reskrim Polres Asahan



ASAHAN - wartaekspres.com - Ass alias B (29) warga Pasar Baru, Kecamatan Simpang 4 dan JTT alias J (18) warga Jalan Kartini, Gang Sei Gambus berhasil ditangkap Unit Jatanras Polres Asahan (6/8). Keduanya merupakan pelaku tindak pidana curas di jalan besar pabrik benang. Saat dikonfirmasi WE, pelaku Ass alias B mendatangi korban dan meminta rokok kepada korban, namun korban mengatakan tidak memiliki rokok.

Karena tersinggung, pelaku melemparkan helm kepada korban lalu memukulnya. Saat bersamaan, pelaku JTT alias J dan B datang dan mengambil seluruh barang milik korban berupa satu unit Hp Nokia, Camera Cannon dan sepeda motor Mio Soul. Dengan kejadian tersebut korban tidak terima dan merasa keberatan kemudian melapor ke Polres Asahan.

Berdasarkan laporan tersebut, kemudian Kasat Reskrim AKP Bayu Putra Samara, S.IK memerintahkan Kanit Jatanras Ipda M. Khomaini, STK dan Tim melakukan penyelidikan serta melakukan penangkapan terhadap tersangka.

Dari hasil pemeriksaan  terhadap korban juga saksi, dan hasil penyelidikan tim di lapangan, maka mengantongi beberapa nama pelaku.

Menunggu waktu yang tepat, akhirnya kedua pelaku dibekuk oleh Unit Jatanras Polres Asahan. Ass alias B berhasil ditangkap di Jalan Sisingamangaraja dan pelaku JTT alias J ditangkap di rumahnya Jalan Kartini Kisaran, Kabupaten Asahan.

Dari hasil interogasi, Ass alias B merupakan residivis bongkar rumah dan sudah melakukan kejahatan lainya dua kali di Tempat Kejadian Perkara (TKP) berbeda. Sementara JTT alias J melakukan kejahatan pemerasan di Jalan Terminal Kisaran. Kedua pelaku harus mempertanggung jawabkan perbuatannya yang  melanggar Pasal 365 (1) dengan ancaman hukuman 9 tahun penjara. (Erik Sibarani)

Sangkot, Kepala Desa SimanduIang Pungut Beras Raskin Rp. 62.000

LABUHAN  BATU UTARA - Setiap kepala keluarga menebus beras Raskin Rp. 32.000, yang diwajibkan Kepala Desa Simandulang, Kecamatan Ledong, Kabupaten Labuhan Batu Utara, Sumatera Utara, yang disampaikan warganya kepada wartawan wartaekspres.com.

Dengan membuat pernyataan kepada wartawan, Asmanto dan masyarakat menerangkan, bahwa sebelum beras datang kami harus membayar Rp. 32 ribu, kemudian ketika beras dibagikan, kami diharuskan menebus lagi, sebesar Rp. 30 ribu, baru mereka memberikan 15 kg setiap satu kepala keluarga, total biaya yang kami berikan untuk mendapatkan beras Raskin 15 kg sebesar Rp. 62 ribu, begitulah seterusnya selama lima tahun, ungkapnya.

Asmanto mengatakan, belakangan ini warga tidak lagi menerima beras Raskin 15 kg melainkan 7,5 kilogram. Ternyata sebagian beras Raskin tersebut diperjual belikan kepada desa lain melalui Kepala Dusun, dengan harga Rp. 6.000 per kilo gramnya.

Nah korupsi kepala desa per bulan Rp. 18 ribu, jika dikalikan selama lima tahun, berarti dana yang diraupnya dari beras Raskin totalnya Rp. 1,080 miliar, ungkapnya kepada wartawan.

Permaslahan ini sudah lama dan warga telah melaporkan kepada Camat yang didampingi DPRD Labura. Namun Arifin, selaku Pejabat Sementara Desa mengatakan, semua beras Raskin bermaslah di Indonesia ini.
Demikian juga Sangkot, sang Kepala Desa mengatakan, selagi ayam mau makan beras Raskin, hukum bisa saya beli dengan uang korupsi saya, terang Asmanto dengan meniru gaya bicara Arifin dan Sangkot.

Kemudian, kami melaporkan kepada Jaksa Maria di Kejati Sumut. Maria langsung menghubungi Kejari Rantau Prapat melalui telepon selulernya, yang memerintahkan Kejari, segera menindak lanjuti laporan Asmanto Cs, sekaligus diproses secara hukum.

Namun sampai saat ini, kasus tersebut “dipeti-eskan” Kejari Rantau Prapat, kata Asmanto Cs. (Tim/Ardin/Whs)

Hanura Minta KKP Percepat Penyusunan Zonasi PPKT




JAKARTA – wartaekspres.com - Dr. Kasman selaku Ketua Balitbag mengatakan, bahwa sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2010, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mempunyai tugas menyusun rencana zonasi PPKT yang akan dijadikan acuan dalam pemanfaatan PPKT. Sementara Menkopolhukam menjadi Ketua Koordinasi Pengelolaan PPKT berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan PPKT.

“KKP ini adalah ujung tombak pemanfaatan PPKT. Namun dalam hal ini, belum berbuat maksimal dalam melaksanakan tugasnya terkait pemanfaatan PPKT,” kata Kasman kepada wartawan.

Dr. Kasman Emka, menanggapi hasil putusan Mahkamah Arbitrase UNCLOS di Den Haag, pada Selasa (12/7) lalu, terkait keberatan Filipina atas klaim Tiongkok di wilayah perairan Laut Tiongkok Selatan atau yang dikenal dengan ‘the nine dash line’.

Menurut Kasman, hasil keputusan tersebut berpotensi menimbulkan konflik yang lebih dalam di wilayah Laut Tiongkok Selatan, mengingat Tiongkok menolak hasil keputusan Arbitrase tersebut dengan menyatakan, bahwa keputusan itu jelas-jelas akan mengintensifkan konflik dan bahkan konfrontasi di wilayah perairan tersebut.

Sebagaimana diketahui, Mahkamah Arbitrase dalam putusannya menolak klaim Tiongkok atas wilayah bersengketa di Laut Tiongkok Selatan.

Kasman mengatakan, sangat menyayangkan sikap Pemerintah yang selama ini tidak serius memperhatikan eksistensi PPKT, padahal pulau-pulau kecil tersebut mengemban misi politis yang sangat penting bagi negara.

Padahal, merujuk pada Perpres No. 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan PPKT, di kawasan tersebut terdapat Titik Dasar (TD) dan Titik Referensi (TR) sebagai penentuan batas kedaulatan dan yuridiksi perairan Indonesia, termasuk yang bersinggungan dengan klaim China dalam the nine dash line.

“Saya tidak mengerti mengapa Pemerintah abai terhadap sesuatu yang begitu sakral PPKT bagi kepentingan kedaulatan bangsa dan Negara,” kata Kasman.

Pemanfaatan PPKT, katanya, sebenarnya telah diatur melalui Peraturan Pemerintah No. 62 Tahun 2010 yang di dalamnya menyebutkan, bahwa pemanfaatan PPKT hanya dapat dilakukan untuk pertahanan dan keamanan, kesejahteraan masyarakat dan atau pelestarian lingkungan. Hanya saja Pemerintah terkesan mengenyampingkan proses pemanfaatan PPKT.

“Jika ini terus berlanjut, maka Indonesia akan diperhadapkan pada posisi lemah dalam menghadapi konflik yang mungkin berkepanjangan di wilayah Perairan Laut Tiongkok Selatan,” tegas Ketua Balitbang DPP Partai Hanura ini.

Meskipun demikian, Kasman tidak menampik, bahwa secara keseluruhan Pemerintah melalui Direktorat Perencanaan Ruang Laut telah mulai melakukan upaya pengembangan di beberapa PPKT, tutupnya kepada wartaekspres. (Whs)

Polantas Di Nias Tertembus Peluru




GUNUNGSITOLI – wartaekspres.com - Naas, mungkin kata tepat untuk Brigadir HN, seorang oknum polisi yang bertugas di Satuan Polisi Lalulintas (Satlantas) Mapolres Nias, Sumatera Utara.

Di mana, Brigadir HN mengalami luka pada betis kaki sebelah kanannya setelah tertembus peluru yang diduga berasal dari sejata berapi (Senpi) milik rekan kerjanya, (06/08).

Dari informasi yang dikumpulkan wartaekspres.com di lapangan, peristiwa tersebut terjadi di sekitar pelataran Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Gunungsitoli, tepatnya depan ruangan UGD, sekitar pukul 10:00 Wib pagi.

Sebelum kejadian, Brigadir HN bersama dua orang rekannya melaksanankan tugas di RSUD Gunungsitoli, yakni dengan mengecek informasi dugaan kecelakaan lalulintas yang terjadi di seputar wilayah Kota Gunungsitoli.

Sembari melakukan pengecekan, Brigadir HN bersama dua rekannya duduk di kursi tunggu RSUD Gunungsitoli, tak lama berselang terdengarlah suara ledakan senjata sebanyak satu kali yang merobohkan Brigadir HN.

Kepada wartaekspres.com, seorang Satpam RSUD yang tidak mau namanya ditulis mengungkapkan, bahwa setelah terdengar suara ledakan senjata, Brigadir HN langsung roboh dan digotong ke dalam ruang UGD untuk mendapatkan perawatan.

"Saya terkejut mendengar suara ledakan itu bang, saya pikir ban kendaraan yang pecah, rupanya suara ledakan senjata milik polisi,” tuturnya.

Lanjut Martin lagi, tidak lama waktu berselang puluhan Polisi berseragam lengkap berdatangan ke lokasi kejadian untuk mengamankan situasi, dan melihat Brigadir HN.

Hingga sampai saat ini belum ada keterangan resmi yang diberikan pihak Mapolres Nias, meski sebelumnya wartaekspres.com berupaya untuk bertanya dan mewawancarai beberapa Perwira Polisi di RSUD Gunungsitoli. (Van)

Jumat, 05 Agustus 2016

Paduka Yang Mulia, Pengertian Terurai Di Dalam Syair 6000 Indonesia Merdeka



KUTAI MULAWARMAN – wartaekspres.com - Paduka pahami, bila sudah memeluk satu Agama, maka yakinilah sebagai rasa syukur kita kepada Tuhan, keturunan Paduka pasti menjadi tau, bahwa sejak awal Tuhan itu satu yakni Tuhan Yang Maha Esa, di dalam Bangsa Indonesia, terpatri pada Sila Pertama sebagai nilai utama kepercayaan seluruh umat beragama di seluruh dunia ini.

Cobalah Paduka pahami, nanti akan datang sutu petaka dan Balatentara alam di empat penjuru, Megerib, Mesrib, Daksina dan Paksina yakni Barat, Timur, Utara dan Selatan yang memiliki empat sipat tuhan pada alam yang fanah ini, yakni Bumi (Adam) adalah Prasada adalah sipat dari Tanah dan Air. (Hawa) adalah Pertiwi sipat dari Laut, sedangkan Angin (Anak) adalah kita sebagai Bayu sipat dan watak kita mudah terbawa arah karena semua arah godaan panas Api (Jin) adalah Agni yang sebagai penggoda yaitu Syetan yang tidak lain adalah Neraka.

Sudah sepantasnya kita jaga keseimbangan alam ini, agar tidak mendatangkan bencara sehingga tercipta rasa keadilan terhadap kemanusian yang beradab.

Petaka datang takala biji-bijian tidak tumbuh, Walaupun ditanam yang tumbuh berupa padi dan lainya hasilnya jelek, Hanya jadi makanan burung dan binatang. Karena Paduka lah yang bersalah, telah lalai dalam tugas sebagai generasi luhur pewaris Bangsa ini, yang semestinya terus memegang amanah bahwa kita lahir dari satu gua garba Ibu Pertiwi di antara Lautan (Segara).

Daerah yang berwarna merah sehingga kita harus berani menempuh segala rintangan dan hambatan dan berani dalam menentukan hidup di dunia yang penuh cobaan, dan kita tumbuh dan hidup karena memiliki Sukta (Tulang) yang terbentuk dari Darah Putih Prasada ayah (yakni mani) adalah lambing kesucian dan keperkasaan.

Maka Merah Putih itu adalah lambang dari ibu dan bapak kita sebagai tuhan yang nyata di dunia ini, yang selalu memberikan semangat untuk terus hidup dalam menempuh segala cita-cita dan cinta.

Sehingga datangya keabadian yang hakiki takala kita meninggalkan Bumi ini berlayan bernisan condong mati dipangku tanah sara menuju keabadian tuhanya.

Paduka pahami, kelak tanah Indonesia berubah hawanya, berubah menjadi panas dan jarang hujan, berkurang hasil bumi, banyak orang suka berbuat angkara, berani berbuat nista dan gemar bertengkar.

Hujan salah musim, membuat bingung para petani yang selama ini menjadi tulang punggung Negara, kita merasa atau tidak para petani telah terzolimi oleh penguasa, karena mereka rakyat kecil yang hidup sederhana, tetapi apa kita sadar di balik kesederhanaan seorang petani itu mampu memberi makan semua manusia di muka bumi ini. Karena dari merekalah sandang pangan itu diperoleh oleh para manusia.

Jadi janganlah meremehkan hidup petani dan janganlah lupa kita pada semua karunia dan ciptakanlah rasa kesetaraan antara si miskin dan kaya. Karena di mata Tuhan kita semua sama.

Paduka rasakan sendiri, mulai hari ini hujan sudah mulai berkurang, sebagai hukumannya manusia karena telah lalai dalam amanah. Besok bila sudah bertobat, orang-orang baru ingat kepada Tuhan dan ingat kepada kesalahan, namun sudah terlambat.

Jika selagi kita mampu maka berbuatlah kebaikan, luruskanlah maruah dan martabat bangsa, serta ingatlah kepada leluhur yang telah membesarkan negeri ini dan sejak awal Nusantara.

Indonesia telah diperalampita akan terkibar Sang Merah Putih dari tujuh Negara besar di nusantara yang lahir dari lima Negara yang perkasa dan berjasa pada nusantara ini dan terkenal ke seluruh Mancanegara.

Maka akan datang suatu zaman Kejayaan Bersama dan datanglah suatu makanan buah dari ilmu, maka Tuhan akan memberi ampunan, dan memberi kesuburan tanah dapat kembali seperti zaman keemasan di zaman lima kerajaan yang pernah berjaya yakni di Zaman Mulawarman (Kutai Martapura), Purnawarman (Tarumanegara), Mataram Lama, Sriwidjaya, dan Majapahit.

Hingga Indonesia menjadi Negara Besar dan merupaka Negara Kesatuan di antara tujuh Negara, antaranya Singapura, Brunai, Malaysia, Thailand, Filipina, Kamboja dan Vitnam.

Masya Allah, kapan kita akan kembali jaya dalam peralampita, kenapa semua itu kita jadikan sengketa, padahal dulu kita satu dalam Nusantara.

Tuhan Yang Maha Esa, dengan anugerah-Nya, kita panjatkan doa kepada junjungan nur jeli sifatulah dan bangkitkalah semangat putra putri generasi se-Nusa, se-Tara, se-Bangsa, se-Jajar, hidup di bumi Prasada Pertiwi, Hiang Maha Esa, Hiang Maha Agung, Hiang Maha Leluhur, Hiang Maha Tahu, Dan Hiang Maha Tinggi Disebut Hiang Hurif Ling Sang Hiang Sukma Umala Kumunda Ke-Ancapada Kedunia Longa Membawa Titah Runtut Purus Pelawira Yaitu Runtut Asal (keturunan asalnya) runtut purus pahujungan (keturunan silsilahnya) dan runtut jenag saktinya (keturunan asal yang berbudi pekerti) runtut pelawiran (keturunan yang menjaga makluk hidup dan parasada pertiwi).

Paduka Yang Mulia, hari ini kami datang membawa jenang membawa sakti menaiki garuda rembewang sakti menjunjung sabda panditha prasada pertiwi datang dengan langkah terpuji karena membawa semengat hidup di bumi, membawa amanat negeri nusantra ini, yang telah porak poranda akibat ulah manusia banyak yang tidak terpuji dan berhati dengki.

Kami datang ke pusat negeri yang dijuluki Djaya Kerta artinya Jaya Menata aturan namun lupa akan tempat asal bermula para Prabu (Raja) yang pernah silih di zaman berganti dan selalu mewangi mengharumkan nama negeri ini, yang mana orangnya menjadi jelata hidup juga merakyat hidup sun menjiwakan dirinya pada negaranya dan memberikan raga dan sukma kepada bangsa ini untuk berkarya, menjadikan sesuatu bermakna yaitu perinsip hidup orang dalam kesatuan Nusantara.

Di tatar Nusa (pulau) antara Segara (Laut), hidup sejajar, di tatar Bakulapura (Kalimantan), di tatar Swarnadwiva (Sumatera), di tatar Papua (Irian Jaya), di tatar Sulawesi, di tatar Yawadwipa (Jawa) yang hidup Sanusantara hidup sajajar ruhui rahayu, beradat istiadat, bermaruah berdarzah (darah berderajat tinggi) mulang keasal, mulang ke diri sendiri, alam setitik asal tiada bernyawa dengan kekuasaan tuhan, maka terjadilah alam dunia yang menjadi wadah tempat berlindung sukma makhluk ciptaanya, penguasaan alam ini menurut adatnya di empat penjuru alam bawah, atas, tanah dan air, meliputi alam raya.

Adat ini tidak ada yang mampu mengubahnya selain Tuhan, karena alam ini terdiri dari persada bumi dan isinya adalah bapak yang memberi kita tempat hidup sementara, baruna lautan dan isinya disebut segara. Pratiwi, ibu yang membimbing putra putrinya dalam bahtera hidup di dunia. Bayu, angin adalah diri kita sendiri yang bertiup kemana-mana bercengkrama dengan cakrawala awan-awan lembayung yang menghiasi jagat raya dimainkan oleh surya matahari dengan hawa panasnya, ditemani bulan yang sahdu selalu menyinari di tengah gelapnya malam gulita, bintang menjadi petunjuk kemana arah tujuan langkah kita, ini semua kekuasaan Tuhan semata disebut tatasurya.

Menata cahaya yaitu cahaya hati, pelita hidup, apakah arti semua itu adalah kemuliaan tiada tara alam yang sudah sedemikian ini belum ada yang dapat mengubahnya. Karena hukum alam yang terdapat dalam alam dunia ini adalah penciptaan Tuhan disebut hukum adat yang teradat pada alam dunia.

Menurut adat-istiadat yang berlaku sejak ribuan tahun silam, tersusunya sistem menujuk kepala negeri, raja dan lainnya di dalam suatu bangsa dipilih berdasarkan adat istiadat yang teradat, sebagai pedoman hukumnya.

Marikita pahami sejarah bangsa Indonesia lahir sebagai Negara Kesatuan dengan keanekaragaman agama, suku dan bangsa serta bahasa, yang berbeda-beda yakni Bhinneka Tunggal Ika, berarti berbeda tetap satu tujuan.

Ikrar ini terjadi dalam Sumpah Pemuda tahun 1928, hingga diproklamirkan oleh Sukarno dan Hatta pada tahun 1945 tentang kemerdekaan Bangsa Indonesia yang berazaskan Pancasila dan UUD 1945 sebagai hukum kekuatan garis besar haluan negara.

Hakekatnya tertanam pada filsafat kebatinan, bahwa negara Indonesia berayah ibukan Persada Nusantara yang dilahirkan Ibu Pertiwi, mengandung pengertian sanusa sedaratan, tanah, segara selautan, air setara jajaran pulau berantara lautan yang dulunya mempunyai raja-raja, kepala suku dan kepala adat, yang berhak yang sama.

Maka yang berhak memimpin negeri ini adalah putra Ibu Pertiwi yang diukur dengan kecerdasannya, kepintarannya dan ilmu yang dimilikinya berdasar sifat alam dan didaulat dengan sabda pertiwi. Dan yang berhak atas negara ini adalah rakyat yang mempunyai hak kedaulatan penuh.

Kematian bukanlah the ending atau “riwayat” yang telah tamat. Kematian merupakan proses manusia lahir kembali ke dimensi lain yang lebih tinggi derajatnya ketimbang hidup di dimensi bumi.

Bila perbuatannya baik berarti mendapatkan “kehidupan sejati” yang penuh kemuliaan, sebaliknya akan mengalami “kehidupan baru” yang penuh kesengsaraan. Jasad sebagai kulit pembungkus sudah tak terpakai lagi dalam kehidupan yang sejati. Yang hidup adalah esensinya berupa badan halus esensi cahaya yang menyelimuti sukma.

Di sisi lain, anak-turunannya melakukan berbagai cara untuk mewujudkan rasa berbakti sebagai wujud balas budinya kepada orang-orang yang telah menyebabkan kelahirannya di muka bumi. Sadar atau tidak warisan para leluhur kita & leluhur nusantara berupa tanah perdikan (kemerdekaan), ilmu, ketentraman, kebahagiaan bahkan harta benda masih bisa kita rasakan hingga kini.