Lembah Baliem,Papua. (Foto: Antara) |
PAPUA – wartaekspres.com - Kepala
Distrik Mbuwa, Erias Gwijangga mengatakan, bahwaa masalah utama yang
terjadi di Kabupaten Ndunga, Papua, saat ini adalah kelaparan.
Untuk mempertahankan hidup, warga
memilih memakan tenak yang sudah mati. Ini sangat ironis, karena Papua dikenal
sebagai wilayah yang kaya akan sumber daya alam. Emas melimpah di daerah ini,
tetapi warganya kelaparan.
“Awalnya, kematian ternak, baik ayam
maupun babi. Ternak-ternak yang mati itu dimakam oleh masyarakat. Yang
kedua, musim kemarau yang panjang,” katanya.
Kabupaten Nduga adalah sebuah
kabupaten di Provinsi Papua. Dulunya pernah menjadi bagian dari wilayah Kabupaten
Jayawijaya.
Kabupaten ini dibentuk pada tanggal
4 Januari 2008 berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2008, bersama-sama
dengan pembentukan 5 kabupaten lainnya di Papua.
Kabupaten Nduga berada di hamparan
Lembah Baliem, sebuah lembah aluvial yang terbentang pada areal ketinggian
1500-2000 m di atas permukaan laut.
Temperatur udara bervariasi antara
14,5 derajat Celcius sampai dengan 24,5 derajat Celcius. Dalam setahun
rata-rata curah hujan adalah 1.900 mm dan dalam sebulan terdapat kurang lebih
16 hari hujan.
Musim kemarau dan musim penghujan
sulit dibedakan. Berdasarkan data, bulan Maret adalah bulan dengan curah hujan
terbesar, sedangkan curah hujan terendah ditemukan pada bulan Juli.
Kabupaten Nduga yang beribukota di
Kenyam terbagi dalam 36 Desa 8 Kecamatan, Diantaranya Kecamatan Wosak,
Kecamatan Kenyam, Kecamatan Geselma, Kecamatan Mapenduma, Kecamatan Mugi,
Kecamatan Yigi, Kecamatan Mbuwa, dan Kecamatan Gearek.
Lokasi terdekat dari
Kabupten Nduga, ibukota Kabupaten Kenyam ke sejumlah kampung itu berjarak
2-3 jam perjalanan kaki.
Sementara jarak terjauh mencapai
satu hari perjalanan dengan cara berjalan kaki. Untuk mencapai Kabupaten Nduga
dapat ditempuh sekitar lima jam perjalanan melalui darat dari Wamena.
Ironis, Pemkab Nduga Tak Tahu
Kematian Puluhan Warganya
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nduga
terlambat mengetahui kasus kematian puluhan anak di Distrik Mbuwa, bahkan belum
tahu ketika dikonfirmasi oleh Dinas Kesehatan Provinsi Papua.
"Pemkab Nduga, baik bupati, wakil bupati, dan sekda belum tahu soal kasus kematian anak di daerahnya ketika kami konfirmasi dan menanyakan kasus itu," kata Kepala Dinas Kesehatan Papua drg Aloysius Giyai di Jayapura, Kamis (26/11).
Ketika Dinas Kesehatan Papua mendapatkan informasi itu langsung membentuk tim dan diturunkan ke lokasi kejadian pada 20 November 2015. Tim tersebut dipimpin oleh Kepala Seksi Wabah dan Bencana Dinas Kesehatan Papua Yamamoto Sasarari.
Dari temuan di lapangan, ada 31 anak-anak yang meninggal dunia pada kurun 16-20 November 2015 di Distrik Mbuwa, yang tersebar di Kampung Doigimo, Kampung Opmo, Kampung Barapngin, dan Kampung Labirik.
Sebelumnya diberitakan sebanyak 41 anak di bawah usia tujuh tahun di Distrik Muba meninggal.
Tim medis dari Wamena, Jayawijaya sudah turun ke lokasi kejadian, tetapi mereka tidak mengetahui penyebab kematian massal itu.
"Sampai saat ini 41 anak yang meninggal dunia, awalnya cuma sakit sedikit, tidak lama meninggal dunia. Tim medis yang dari Wamena sudah kembali dari distrik tetapi penyebab kematian belum ditemukan," kata Erias Gwijangge, Kepala Distrik Mbuwa wartawan, Selasa (24/11).
Awalnya, kata Erias, Kabupaten Nduga dan sekitarnya sempat terperangkap asap akibat kebakaran lahan akibat kemarau panjang.
"Sebelum terjadi kematian anak-anak yang banyak ini, ternak warga juga banyak yang mati tiba-tiba," ujarnya.
Menurut Erias, kematian tiba-tiba ternak babi dan ayam milik warga itu terjadi pada awal turun hujan.
Yan Hubi, petugas analis di Puskemas Kota Wamena yang ikut ke Distrik Mbuwa mengatakan, pihaknya memeriksa sample darah anak-anak di sana untuk melihat kemungkinan terjangkit malaria, tetapi semuanya negatif.
"Pemkab Nduga, baik bupati, wakil bupati, dan sekda belum tahu soal kasus kematian anak di daerahnya ketika kami konfirmasi dan menanyakan kasus itu," kata Kepala Dinas Kesehatan Papua drg Aloysius Giyai di Jayapura, Kamis (26/11).
Ketika Dinas Kesehatan Papua mendapatkan informasi itu langsung membentuk tim dan diturunkan ke lokasi kejadian pada 20 November 2015. Tim tersebut dipimpin oleh Kepala Seksi Wabah dan Bencana Dinas Kesehatan Papua Yamamoto Sasarari.
Dari temuan di lapangan, ada 31 anak-anak yang meninggal dunia pada kurun 16-20 November 2015 di Distrik Mbuwa, yang tersebar di Kampung Doigimo, Kampung Opmo, Kampung Barapngin, dan Kampung Labirik.
Sebelumnya diberitakan sebanyak 41 anak di bawah usia tujuh tahun di Distrik Muba meninggal.
Tim medis dari Wamena, Jayawijaya sudah turun ke lokasi kejadian, tetapi mereka tidak mengetahui penyebab kematian massal itu.
"Sampai saat ini 41 anak yang meninggal dunia, awalnya cuma sakit sedikit, tidak lama meninggal dunia. Tim medis yang dari Wamena sudah kembali dari distrik tetapi penyebab kematian belum ditemukan," kata Erias Gwijangge, Kepala Distrik Mbuwa wartawan, Selasa (24/11).
Awalnya, kata Erias, Kabupaten Nduga dan sekitarnya sempat terperangkap asap akibat kebakaran lahan akibat kemarau panjang.
"Sebelum terjadi kematian anak-anak yang banyak ini, ternak warga juga banyak yang mati tiba-tiba," ujarnya.
Menurut Erias, kematian tiba-tiba ternak babi dan ayam milik warga itu terjadi pada awal turun hujan.
Yan Hubi, petugas analis di Puskemas Kota Wamena yang ikut ke Distrik Mbuwa mengatakan, pihaknya memeriksa sample darah anak-anak di sana untuk melihat kemungkinan terjangkit malaria, tetapi semuanya negatif.
Sejumlah warga suku pedalaman Papua menjual noken (tas
tradisional Papua) dan hasil kerajinan lainnya. (Foto: Antara)
|
Jumlah Anak Papua Yang Meninggal
Jauh Lebih Banyak Dari Yang Dilaporkan
Jumlah anak yang meninggal akibat
penyakit misterius di Distrik Mbuwa, Kabupaten Nduga, Provinsi Papua,
ternyata jauh lebih banyak dari yang diberitakan selama ini. Jumlah itu pun sudah dilaporkan
kepada Tim Kemkes dan Tim Dinkes Provinsi Papua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar