Senin, 23 November 2015

Skenario Paradaban Nusantara Dalam Merancang Masa Depan NKRI




Menciptakan Perdamaian Abadi Di Seluruh Belahan Dunia



Oleh:
 Prof. Doctor. Hc. Maharaja Srinala Praditha Alpiansyahrechza Fachlevie Wangsawarman. Ph.D
Sripaduka Baginda Berdaulat Agung Maharaja Kutai Mulawarman

TENGGARONG – wartaekspres.com - Latar belakang, betapa suramnya bangsa Indonesia hari ini, dapat disaksikan dari beberapa fenomenon yakni; hancurnya pertahanan budaya bangsa, hilangnya kemandirian dalam pengambilan sikap dan kebijakan, pupusnya jiwa kebangsaan di kalangan elit politik nasional maupun daerah, maraknya budaya konsumerisme, membanjirnya produk-produk impor yang menjadi pilihan masyarakat, merebaknya icon-icon asing sebagai kebanggaan masyarakat, luluhnya nilai-nilai lokal menuju modernitas yang tanggung.

Hancurnya pertahanan budaya bangsa dan rapuhnya pola hubungn sosial di masyarakat ini tak dapat dilepaskan dari pengaruh globalisasi yang membawa misi dari kepentingan global. Hasrat penguasaan terhadap sumber daya alam (SDA) dan pasar di negara-negara berkembang menjadi kegilaan Negara-negara maju. Misi dagang itu tidak hanya merebut sumber daya alam berupa mineral dan hutan, namun juga memiliki hasrat yang kuat agar setiap insan dapat mengikuti perilaku dan standar moral global. Pada kurun waktu 80-an, 90-an dan permulaan tahun di abad ke 21 nampak sekali negara–negara dunia ketiga harus tertatih-tatih berhadapan dengan bius yang dihembuskan oleh negara–negara asing.

Isu HAM, lingkungan dan demokrasi digunakan secara curang untuk menolak hasil–hasil industri dari negara–negara dunia ketiga, selanjutnya menyulap model kepariwisataan internasional yang harus menyerap produk-produk makanan dan manufaktur dari negara–negara industri maju.

Mereka bukan hanya berdagang tapi juga memaksakan model nilai–nilai yang mereka pahami, yang ternyata dalam beberapa kajian menyebabkan pembusukan model karakter dari masyarakat Indonesia dan Negara-negara berkembang lainnya. Imperialisasi yang komprehensif inilah yang menjadi garda perang ekonomi antar bangsa–bangsa tersebut. Celakanya, penanaman ideologi neo-liberal di Indonesia telah dengan sukses merusak tatanan keluarga, sistem sosial komunal dan pola interaksi sosial yang selama ini dibangga-banggakan.

Kita telah dengan sukarela, merusak pola hubungan antar individu, yang selama ini dibangun secara kokoh oleh ideologi Pancasila, dan filosofi besar Eka Sila, gotong royong diganti dengan individualisme yang norak dan egoisme yang menggelikan. Bagaimanakah mungkin bangsa yang punya sejarah persaudaraan yang sangat kuat ini tiba-tiba menjadi beringas, dan berperasaan sempit.

Sebagai bagian yang berkelindan dengan persoalan pertama, berkurangnya pemahaman kolektif terhadap nilai–nilai sosial yang berupa kearifan tradisional, pengetahuan indigenous dan keagungan spritualistas sudah dikikis oleh pola interaksi yang salah kaprah. Feodalisme baru yang dingin dan kejam, telah menggantikan pola piramida kearifan yang hangat dan penuh kasih sayang. Pengeroposan nilai–nilai ditingkat basis ini juga disebabkan mobilisasi investasi yang sangat kuat di pedesaan.

Baca selengkapnya di www.wartaekspres.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar