Oleh: Sapuan Gafar, Pengamat Pangan/Perberasan.
Wartaekspres.com
- Sekarang ini kita dibuat bingung adanya pernyataan dari pemerintah bahwa stok beras Bulog cukup sampai akhir tahun 2015. Namun dilain pihak orang mengkhawatirkan stok Bulog
yang akan kritis pada akhir tahun. Tulisan ini diharapkan dapat menjelaskan secara kedua perbedaan pendapat tersebut.
Mungkin ilustrasi ini dapat membantu menjelaskan kebingungan banyak pihak.
Ibarat suatu rumah tangga berlangganan
air PDAM, maka dia akan menyediakan bak penampung
air. Apabila untuk pemakaian pagi hari memerlukan
1 meter kubik air, maka dipastikan besarnya bak air lebih besar dari keperluan pagi hari tersebut, apalagi untuk PDAM yang kadang airnya tidak mengalir.
Kemudian, apabila kita perhatikan lebih lanjut, pasti ada air yang ada dalam pipa
yang siap dialirkan ke bak
air tersebut, pipa tersebut tidak boleh kosong. Selanjutnya kalau kita telusuri lebih jauh pasti ada tandon
air di pinggir kota milik PDAM, dan lebih jauh lagi pasti ada tandon di tengah perjalanan dan terakhir ada tandon air di dekat sumber
air yang diisi secara terus menerus dari sumber
air.
Demikian juga untuk beras, ada stok cadangan di rumah tangga, ada stok dalam perjalanan, ada stok di pedagang eceran, pedagang grosir, penggilingan, di gudang Bulog dan dipetani, di sawah yang
akan panen, padi yang sedang ditanam dan seterusnya. Semuanya menjadi “satu sistem logistik” yang mengalir tanpa putus, setiap hari pasti tersedia nasi di meja makan yang sudah melaui ribuan orang dan jutaan petani.
Presiden Soeharto membangun Bulog untuk menjaga mata rantai tersebut, agar tidak terputus dengan melakukan intervensi apabila terdapat keganjilan, tetapi tidak boleh memutus mata rantai yang sudah berjalan, tidak boleh merebut jatah atau mata pencaharian pedagang, penggilingan. Apabila Bulog ikut berebut di pasar, maka harga akan bertambah naik. Di sini istilahnya Bulog sebagai buyer
of last resort atau pembeli terakhir kalau sudah tidak ada pembeli lain.
Surplus
beras atau stok cadangan
Apabila seseorang mengkonsumsi beras 10 kg sebulan (seperti alokasi jatah beras
PNS), maka dia tidak menyediakan sebanyak 10 kg saja, tetapi lebih banyak dari itu,
misalnya 12 kg atau 15 kg tergantung mudah tidaknya membeli
di warung atau pasar dan juga kestabilan harga beras.
Misalnya, keluarganya 5 orang, dan dengan pola pembelian seminggu sekali, maka dalam setiap pembelian jumlahnya
15 kg atau 60 kg sebulan atau harus menyediakan
120 persen. Stok yang harus ada setiap saat ini biasa disebut stok cadangan lini satu, yaitu cadangan beras yang siap dikonsumsi oleh rumah tangga.
Dengan demikian besarnya stok yang harus ada setiap saat di lini satu ini saja kalau ingin swasembada besarnya 120 persen, tidak cukup kalau hanya diproduksi atau disediakan 100
persen.
Kemudian kita urut rumah tangga tersebut mendapatkan beras dari warung, toko atau pedagang beras eceran. Misalnya par apedagang ini omzetnya 1 kuintal per hari, maka dia juga tidak hanya menyediakan beras 1 kuintal, bisa 2 atau 3 kuintal tergantung dari mudah tidaknya kulakan dari pedagang grosir atau penggilingan.
Di jaman Presiden Soeharto pola kulakan pedagang eceran ini mirip dengan pola pembelian ibu rumah tangga, tetapi untuk pedagang grosir polanya menjadi 2 atau
3 kali dalam sebulan. Dengan demikian dapat dihitung berapa kebutuhan stok
yang perlu dipunyai oleh para pedagang eceran dan pedagang grosir tersebut.
Stok beras yang ada di pedagang ini biasa dinamakan stok cadangan lini dua
yang jumlahnya sesuai dengan pola permintaan rumah tangga. Karena merupakan suatu sistem logistik, maka stok ini juga harus ada setiap saat,
namun untuk bisa sampai rumah tangga memerlukan waktu 2 sampai 3 hari.
Lebih lanjut para pedagang beras tersebut mendapat pasokan beras dari penggilingan padi. Penggilingan padi memperoleh bahan baku dari pedagang pengumpul. Penggilingan padi besar menyimpan gabah untuk keperluan mereka selama satu musim atau lebih. Sedang penggilingan padi kecil dan huler karena kerbatasan dana hanya menggiling 3-4 bulan saja.
Hasil olah penggilingan kecil dan huler sebagian dijual ke pasar lokal dan sebagian ditampung oleh penggilingan padi besar untuk diolah lagi menjadi beras kualitas
premium dengan kemasan 5 kg, 10
kg dan 50 kg. Stok cadangan yang ada di penggilingan berupa gabah atau beras ini biasa dinamakan stock cadangan lini tiga.
Stok ini bisa sampai ke pasar memerlukan waktu minimal 3 hari sampai 10 hari.
Cadangan selanjutnya ada di gudang Bulog yang disebut stok cadangan lini empat
yang untuk sampai ke pasar memerlukan waktu sekitar 10 hari sampai 15 hari, karena memerlukan waktu seperti perintah/instruksi dan prosedur birokrasi, apalagi kalau cadangannya berupa gabah.
Stok cadangan lini empat ini jumlahnya sekitar
3 sampai 6 bulan penyaluran tergantung kapan waktunya, waktu panen stoknya lebih banyak,
puncaknya pada bulan Sepetember dan terkecil menjelang panen bulan Februari/Maret.
Besarnya stok cadangan
Besarnya stok cadangan lini satu jumlahnya tergantung dari perkembangan jumlah penduduk. Katakanlah jumlahnya
250 juta penduduk, maka besarnya stok cadangan yang ada di lini satu mencapai
120 kg x 250 juta orang
atau sama dengan
1,5 juta ton. Stok cadangan
yang ada di lini dua sama dengan 2
x 1,5 juta ton sama dengan 3 juta ton, sedang stok cadangan
di lini tiga untuk 3 bulan kebutuhan atau
4,5 juta ton.
Dengan demikian stok
yang berputar terus menerus selama satu tahun adalah sekitar
9 juta ton. Selain itu ditambah “penyaluran rutin” untuk Raskin oleh Bulog sebanyak
225 ribu ton sebulan juga menjadi satu sistem logistik beras nasional. Apabila tidak ada penyaluran Raskin seperti bulan November dan Desember 2014 dan Januari 2015, maka sistem logitik beras nasional akan terganggu sekitar 675 ribu ton, sehingga dapat dimaklumi
di bulan Februari 2015 harga beras melonjak naik sebesar
30 persen.
Apabila pengisian sistem logistik berjalan lancar, maka yang perlu diperhatikan adalah pertambahannya, misalnya adanya pertambahan penduduk, perubahan konsumsi beras,
dan gangguan dalam pasokan dan perubahan kebijakan
yang mempengaruhi sistem logistik.
Pengalaman selama ini
yang jelas mengganggu sistem adalah adanya kekeringan karena kemarau panjang, pergeseran pola tanam akibat berobahnya datangnya hujan dan atau daerah yang pola tanamnya setahun
3 kali (tepatnya 2,5 kali), gangguan serangan hama dan penyakit serta adanya bencanabanjir.
Oleh karena itu perobahan-perobahan tersebut perlu diamati secara terus menerus untuk mengantispasi kemungkinan kegagalan sistem.
Akhirnya pelajaran yang diperoleh dari pemahaman di atas bahwa matematika menghitung surplus beras tidak sederhana,
tidak hanya selisih antara produksi dikurangi konsumsi langsung, tetapi terdapat dimensi stok cadangan pada berbagai lini yang harus diperhitungkan.Stok yang harus berputar terus mendekati 10 juta ton. Mudah-mudahan dengan tulisan ini persoalan menjadi semakin jelas.Yang menjadi sinyal kegagalan sistem logistik beras adalah harga, tidak pas mengatakan ada surplus beras ketika harga beras naik.
(SPB)
Baca: wartaekspres.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar