DEPOK – wartaekspres.com - Perkara Laporan Polisi dengan nomor LP/368/K/II/2015. Berdasarkan kronologis laporannya sendiri menurut informasi yang berhasil dihimpun oleh wartawan WE dari berbagai sumber dikatakan bahwa tempus delikti perkara tersebut terjadi tanggal Pebruari 2015. Setelah MY (korban) pulang sekolah, sehabis shalat Jumat, berdasarkan keterangan, wartawan melakukan investigasi ke sekolah dimana MY pernah bersekolah.
Teman
terdekat MY dengan tegas megatakan,
bahwa MY terakhir masuk sekolah tanggal 5 Pebruari 2015, berubah lagi tempus deliktinya
menjadi tanggal 3 Pebruari dengan alat bukti baru.
Berdasarkan
keterangan saksi RS (32 thn), menurut di Surat Dakwaan yang dibacakan oleh JPU
(Jaksa Penuntut Umum) Sri Gustina, pada saat sidang perdana perkara ini di
Pengadilan Negeri Depok,
bahwa saksi-saksi
menyaksikan secara langsung kejadian tersebut.
Penyidik Telah Merekayasa Perkara
Menurut Haryanto
Sinaga, SH,
Penasehat Hukum terdakwa FY, sesuai dengan fakta yang terungkap di persidangan, saksi korban MY dengan
tegas mengungkapkan,
bahwa dirinya (korban) hanya diperiksa 2 (dua), tetapi BAP (Berita Acara
Pemeriksaan) ada 3 (tiga), lanjut Haryanto.
“Yang
menjadi pertanyaannya adalah, BAP yang mana, yang menjerat klien saya,” imbuhnya.
Menurut
Haryanto, penyidik telah merekayasa perkara, saksi yang memberatkan kliennya pun pada
persidangan, keterangannya tidak sesuai dengan BAP, ke semua saksi, selain
hanya katanya dan katanya,
tegasnya penuh semangat.
Penyidik
Pembantu Perkara ini pada beberapa kesempatan diminta tanggapannya oleh wartawan, tidak bersedia
memberikan keterangan. “Silakan tanya ke Kasat saya,” jawabnya singkat.
Saksi Kunci Diduga Kuat Difigurkan
Penyidik
Saksi kunci, Rasmini (dugaan kuat
difigurkan oleh penyidik) yang warungnya
berada tidak jauh dari rumah terdakwa.
Ketika ditemui wartawan, dengan tegas bahkan
berani bersumpah di atas Alqura’an
menyatakan, bahwa mereka tidak pernah mengatakan
menyaksikan kejadian tersebut.
Menurut
Rasmini dan Warsid, justru mereka mendengar adanya peristiwa tersebut.
“Justru ibu itu
(penyidik) yang menceritakannya pada kami, dan kami hanya ditanya kesehariannya
Pak FY,” ujar mereka.
Lebih
lanjut
Rasmini mengatakan, waktu itu dirinya didatangi ibu haji, istrinya
pak Harto yang Polisi,
kemudian diajak ke rumahnya. Di situ sudah ada seorang perempuan
berambut pendek, ujarnya, (Kemudian
diketahui bernama Tamar, Penyidik Unit PPA Polres Depok).
“Saya dipaksa jadi saksi,
namun saya gak mau, saya balik ke warung saya, tiba-tiba datang ibu yang
berambut pendek, dan mengaku petugas Kepolisian dari Polres Depok, sambil
membawa Laptop ke warung saya,” urainya.
Perlu
diketahui,
menurut pengakuan Rasmini dan Warsid, bahwa mereka tidak mendapat Surat Panggilan resmi dari Kepolisian, dan tidak pernah
menyebut tanggal 3. “Yang
saya tau hanya tanggal 1, setiap suami saya gajian,” tegas Rasmini.
Menurut
Rasmini dan Warsid,
bahwa mereka tidak pernah mendengar
ada orang teriak-teriak. Selama tahun 2015 sampai hari ini, tidak
pernah ke rumah Pak Feri, apalagi sampai loncat pagar, lanjut Rasmini dan Warsid. ”Kami dijebak ini,” tegas Rasmini.
Warsid yang
hadir pada persidangan Rabu (21/10) kemarin, menurut Haryanto Sinaga SH,
Penasehat Hukum terdakwa mengatakan, saksi mengakui hanya dua kali tanda
tangan, terhadap tandatangan yang satu lagi, itu dibantah saksi (Warsid).
Ditambahkan
Haryanto, saksi di persidangan
mengungkapakan,
bahwa dirinya mengertahui adanya peristiwa pencabulan itu, lantaran diceritakan
oleh Tamar (penyidik pembantu PPA Polres Depok).
Salah
Satu Saksi Kunci Sudah 4 Kali Mangkir
Rasmini, saksi kunci yang diduga
kuat adalah sengaja difigurkan oleh penyidik, sudah 3 kali mangkir dari
panggilan sidang dari JPU.
Menurut
penuturan dari Rasmini kepada WE,
bahwa memang dirinya pernah didatangi oleh Tamar (Penydidk Pembantu unit PPA Polres
Kota Depok-red) yang datang mengantar langsung surat Panggilan dari JPU
tersebut, namun tidak mau menerima surat itu.
Ketika
ditanya tentang alasan dirinya tidak
mau menerima surat
panggilan tersebut, Rasmini dengan tegas mengatakan, bahwa dirinya tidak mau
dilibatkan, adapun BAP yang telah ditandatanganinya, itu Rasmini telah dengan
tegas mengatakan bahwa dirinya dijebak oleh penyidik.
Ditambahkan
Rasmini, bahwa dirinyapun tidak pernah membuat Surat Pernyataan Menolak hadir
sebagai saksi di persidangan. Pada panggilan sidang perkara ini yang
seharusnya menjadi saksi, melalui surat pemberitahuan pertama dan bercap stempel
RT, namun tidak ada
tandatangan dari RT.
Redaksi
awal surat itu berbunyi “saya yang bertandatangan di bawah ini” tetapi tidak
ada tangan Rasmini, dan dibubuhi stempel
RT. 01. RW. 04, Kelurahan Rangkapan
Jaya, Kecamatan Pancoran Mas,
Kota Depok. Dan
juga tidak ada, tandatangan Ketua
RT. 01, M. Soleh, tempat dimana
saksi tinggal.
Melalui
surat resminya dan ditandatangani, dengan tegas mengatakan, dirinya tidak pernah memberikan stempel RT. 01, kepada istri
terdakwa, dan surat tersebut tidak sah. Menurut isi surat tersebut, bahwa istri (Imbaniasih) terdakwa datang ke rumah pada saat itu
dirinya tidak ada di rumah,
istri terdakwa memaksa istri saya untuk memberikan stempel RT. dan istri terdakwa
yang menstempel sendiri,
demikian isi surat Ketua
RT. 01. (VL/SPB)
wartaekspres.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar