PEKANBARU – wartaekspres.com - Di Riau konflik sosial dan sengketa lahan mayoritas bermuara dari perizinan HTI yang diberikan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kehutanan kepada pihak swasta. Situasi ini semakin parah dengan buruknya tata kelola sumber daya alam gambut di Riau. Penebangan hutan alam dan kanalisasi menjadi contoh kongkrit buruknya tata kelola yang berujung kepada bencana dan konflik.
Adanya perizinan HTI lama yang akan
mulai beroprasi seperti di Pulau Bengkalis, Kecamatan Bantan dan Kecamatan Kubu
Babusalam, Kabupaten Rokan Hilir yang mayoritas wilayah gambut itu sangat
berpotensi memicu terjadinya konflik di masyarakat.
Pemerintah harus mereview dan
mencabut perizinan Hutan Tanaman Industri (HTI) lama yang belum berjalan
oprasionalnya terutama di wilayah gambut. Hal ini penting dilakukan untuk
mengantisipasi terjadinya konflik di masyarakat dan kebakaran hutan dan lahan
penyebap asap di masa mendatang.
Konflik sosial dan sengketa lahan
berada di wilayah gambut, dari 4,04 juta hektar wilayah gambut di Riau tahun
2014 hanya tersisa kurang dari 1 juta hektar. Sayangnya wilayah gambut tersisa
saat ini sebangian besar sudah dibebani izin baik HTI dan HGU hanya menunggu
waktu untuk ditebangi hutan alamnya dan dibuat kanal-kanal yang akan
mengeringkan gambut.
Sedangkan sebagian lagi wilayah
gambut tersisa adalah kawasan lindung, sehingga ketersediaan lahan dan ruang
hidup masyarakat di wilayah gambut sangat terbatas, hal ini juga yang rentan
menyebapkan konflik masyarakat.
Masyarakat terbukti mampu mengelola
gambut dengan baik dan bijaksana, bertahun-tahun mereka tinggal di sana dan
memanfaatkan gambut sebagai sumber kehidupan mereka. Tinggal peran pemerintah
yang harus hadir untuk memperkuat dan memberikan kepastian hak mereka dalam
mengelola gambut secara arif dan berkelanjutan untuk kehidupan mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar