SAMARINDA – wartaekspres.com - Seperti yang telah dilangsir wartaekspres.com sebelumnya, Komisi III DPRD Kota Samarinda akan segera keluarkan rekomendasi pada Pemerintah Kota Samarinda untuk melakukan penghentian aktifitas perusahaan hingga penyelesaian Dampak pada warga Sengkotek. Pemerintah Kota Samarinda telah mengeluarkan rekomendasi untuk turunkan Tim BLH ke pihak perusahaan dan masyarakat yang terkena dampak, khususnya warga RT 2 Kelurahan Sengkotek.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Tim Pendamping warga Sengkotek dari
LSM/LBH TOPAN-RI Kaltim-Kaltara, Achmadi
RM, S.I.Kom ketika menjawab konfirmasi wartawan wartaekspres.com di Samarinda
belum lama ini.
Menurutnya, pihaknya sudah melakukan pendampingan sesuai dengan
prosedur yang sudah disepahami dengan warga terkena dampak, dan warga terkena
dampak polusi harus diperhatikan oleh pihak perusahaan, sesuai tata aturan
perundangan yang berlaku.
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) menurut UU No
32 tahun 2009 pasal 1 ayat (2) adalah upaya sistematis dan terpadu yang
dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi “Perencanaan, Pemanfaatan,
Pengendalian, Pemeliharaan, Pengawasan, dan Penegakan Hukum.” UU disahkan di
Jakarta, 3 Oktober 2009 oleh Presiden dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia, Andi Mattalatta kala itu.
Mengapa dibuat UU ini? Karena saat ini segala aktivitas manusia
untuk meningkatkan taraf hidup seringkali tidak bertanggungjawab dan merusak
alam, maka UU ini dibuat sebagai tindakan Pemerintah untuk mencegah semakin
rusaknya lingkungan dan untuk mengelola lingkungan menjadi lebih baik.
Demikian menurut Ketua Team LSM/LBH TOPAN-RI Kaltim-Kaltara yang
belum dilakukan oleh pihak perusahaan dengan maksimal, sehingga menimbulkan
dampak negatif pada warga lingkungan perusahaan.
Lebih jauh dijelaskan, bahwa dalam UU ini tercantum jelas dalam Bab
X bagian 3 pasal 69 mengenai larangan dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup yang meliputi “Larangan melakukan pencemaran, Memasukkan benda
berbahaya dan beracun (B3), Memasukkan limbah ke media lingkungan hidup, Melakukan
pembukaan lahan dengan cara membakar”, dan
lain sebagainya.
Larangan-larangan tersebut diikuti dengan sanksi yang tegas dan
jelas tercantum pada Bab XV tentang ketentuan pidana pasal 97-123. Salah
satunya adalah “Dalam pasal 103 yang
berbunyi: Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan
pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah)”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar